Lain-lain

Soal Tempat Karaoke, Dewan Kota Probolinggo Memanas


PROBOLINGGO – Terkait tidak diperpanjangnya izin dua tempat karaoke, DPRD Kota Probolinggo jadi memanas. Setelah rapat dengar pendapat (RDP) soal itu, kemarin (6/8), DPRD meminta pemkot segera bertemu dengan manajemen tempat karaoke Pop City (PC) dan 888 (triple eight) yang sama tutup awal Juli lalu.

Tak hanya itu, DPRD juga meminta pemkot memberi kepastian terhadap para pekerja tempat karaoke tersebut. Jika kedua rekomendasi itu tidak dilaksanakan, DPRD mendesak pemkot segera membuka kembali dua tempat hiburan malam tersebut.

Ancaman itu disampaikan Ketua DPRD Agus Rudiyanto Ghaffur, sesaat setelah menutup RDP dengan manajemen 888 dan PC. RDP gabungan Komisi I, II dan III itu juga menghadirkan OPD terkait, seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), Badan Pendapatan Pengelola Keuangan dan Asset (BPPKA), Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Satpol PP.

Rekomendasi yang disertai ultimatum tersebut disampaikan karena DPRD menilai penutupan tempat karaoke 888 di Jalan Suroyo dan PC di Jalan Dr Soetomo itu tidak ada dasarnya. Selain kedua tempat karaoke itu tidak melanggar aturan, dalam Perda 9 tahun 2015 tentang Hiburan Malam, pemkot tidak boleh menutup atau tidak memperpanjang izin tempat hiburan.

“Apapaun namanya, baik ditutup atau izinnya tidak diperpanjang, itu tidak diatur di perda. Soal tempat hiburan, pemkot hanya bertugas mengawasi, mengatur dan mengendalikan. Bukan menutup atau tidak memperpanjang izinnya,” tandas Agus Rudiyanto Ghaffur yang karib disapa Rudi.

Selanjutnya, politisi PDIP ini meminta pemkot segera menggelar audisi dengan manajemen PC dan 888. Sebab, manajemen 888 sudah tiga kali berkirim surat ke pemkot, yang salah satunya berisi permintaan audiensi. Tetapi hingga sekarang, tidak ada satupun surat yang dibalas atau ditanggapi. “Mereka meminta audiensi, kok tidak ditanggapi. Ya, memang harus bertemu, duduk bareng antara pemkot dengan pengusaha,” tambah Rudi.

Lalu Rudi meminta pemkot juga memikirkan 32 karyawan yang kehilangan pekerjaan. Sejak ditutup hingga sekarang, karyawan di dua tempat karaoke tersebut tidak jelas nasibnya. Rudi dan anggota dewan yang lain berharap, pemkot mencarikan jalan keluarnya. “Jangan kemudian setelah ditutup tempat kerjanya, dibiarkan. Mereka kan punya anak dan istri. Hampir satu bulan mereka gak jelas nasibnya,” ujarnya.

Dia mengakui, walikota memiliki kewenangan menutup tempat hiburan, namun tidak perlu tergesa-gesa. Sebelum menutup, lanjut Rudi, pemkot seharusnya terlebih dahulu mengubah Perda 9 tahun 2015 tentang hiburan malam. Selama perda yang dimaksud tidak diubah, walikota tidak bisa menutup 2 tempat karaoke tersebut. “Walikota punya kewenangan mengeluarkan dekresi menutup tempat hiburan, tetapi perdanya diubah dulu,” ujarnya.

Sempat terjadi interupsi saat Ketua DPRD membacakan rekomendasi. Ketua Komisi I Abdul Azis meminta DPRD tidak langsung merekomendasi agar walikota membuka kembali tempat karaoke tersebut. “Interupsi pimpinan. Apa tidak sebaiknya, kita audiensi dulu dengan walikota, sebelum kita mengeluarkan rekomendasi,” kata Azis.

Azis menjelaskan, walikota tidak memperpanjang izin 888 dan Pop City bukan tanpa sebab dan alasan. Itu dilakukan atas desakan masyarakat dan sejumlah ormas, termasuk organisasi kemahasiswaan. Bahkan mahasiswa sempat menggelar aksi demo. “Ibu-ibu juga berterima kasih 888 dan PC ditutup, karena suami mereka sudah tidak bisa ke tempat karaoke. Katanya, sudah betah tinggal di rumah,” ujar Azis.

Namun, Titin dari Fraksi PDIP membantah pernyataan Abdul Azis. Menurut Titin, tidak benar kalau ada lelaki yang tidak ke tempat karaoke setelah 888 dan PC ditutup. Mereka masih punya kesempatan untuk berkaraoke di tempat lain.

Sebab menurutnya, setelah PC dan 888 ditutup, banyak  tumbuh tempat karaoke illegal di tengah masyarakat. “Tempat hiburan di pelabuhan itu sampai sekarang masih buka. Di tempat lain banyak tumbuh warung kopi yang difungsikan tempat karaoke. Jangan tebang pilih. Tutup semua,” tegasnya.

Sedangkan Ketua Komisi III Agus Riyanto menyatakan, surat pemberitahuan tidak diperpanjangnya izin 888 dan PC sifatnya “bencong” alias tidak tegas. Menurutnya, pemkot seharusnya lebih tegas, ditutup dengan menyertakan alasan dan pelanggarannya.

“Ini kan tidak. Pemkot tidak memperpanjang izinnya. Interprestasi dari kalimat itu kan beraneka ragam. Dan lagi, di surat itu tidak disebutkan alasan dan pelanggarannya, mengapa sampai izinnya tidak diperpanjang,” ujarnya.

Sementara, Kabag Hukum Titik Widayati menjelaskan, walikota memiliki kewenangan mengambil kebijakan atau dikresi, sesuai UU 20 tahun 2017 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun, diskresi yang diambil walikota tidak boleh bertentangan dengan aturan. Menurutnya, kepala daerah boleh mengeluarkan kebijakan atau dikresi, untuk mengatasi persoalan yang dihadapi.

Kebijakan yang diambil, lanjut Titik, tentu sesuai dengan kondisi dan azas umum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Tak hanya itu, kepala daerah dalam mengambil kebijakan juga didasarkan dengan alasan-alasan yang objektif. “Perda Nomor 9 tahun 2015, sebagai pedoman pemkot dalam menata, mengawasi dan mengendalikan usaha tempat hiburan. Kalau melanggar perda, izinnya bisa tidak diperpanjang,” jelas Titik. (gus/iwy)


Bagikan Artikel