Lain-lain

Sehari-hari, Hari Libur bekerja menjadi pemulung untuk menghidupi keluarganya. (Agus Purwoko/Koran Pantura

Namanya Hari, Lengkapnya Hari Libur


PROBOLINGGO – Salah satu warga RT 5 – RW 3 di Jalan KH Hasan Genggong, Gg Bayusari 5, Kelurahan Kebonsari Wetan, Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo ini memiliki nama unik: Hari Libur. Nama itu diberikan sesuai momen kelahiran, yaitu di hari libur.

Sehari-harinya, Hari Libur bekerja memulung rongsokan atau barang bekas. Saat ini usianya menginjak 49 tahun. Walau umur sudah lebih dari cukup, Hari Libur sampai saat ini masih hidup membujang.  

Hari sadar memiliki nama yang unik. Tetapi ia sama sekali tidak memiliki niat untuk menggantinya. Bagi Hari, nama itu adalah pemberian berharga dari orang tuanya, Asmad. “Enggak berani mengubah, karena pemberian orang tua. Biarkan saja terdengar aneh. Nama saya ini, mudah dihafal,” ujarnya saat ditemui di kediamannya pada Selasa (12/3) sore.

Yang tidak kalah unik, pria kelahiran 1970 itu mengaku memilih tetap membujang sampai akhir hayatnya. Mengapa? Pertanyaan itu hanya dijawab Hari dengan gelengan kepala. Ia mengaku ingin tetap fokus bekerja sebagai pemulung, demi membantu kehidupan keluarga Isnaini, kakak perempuannya. Maklum, Hari saat ini tinggal bersama Isnaini, dan tiga keponakannya, di rumah peninggalan orang tuanya.

Saat masih remaja, Hari mengaku pernah bertunangan dengan gadis asal Kecamatan Dringu. “Tetapi mungkin bukan jodoh saya. Satu tahun saja tunangan dengan saya,” kata Hari.   

Menurutnya, apa yang dilakukan saat ini adalah demi keluarga. Bahkan lima tahun sebelum menjadi pemulung, pria murah senyum ini pernah menjadi kenek angkutan kota. “Enggak mau jadi sopir, karena saya takut. Akhirnya saya berhenti dan jadi pemulung,” ujar pria lulusan SD itu.

Setiap harinya Hari berangkat pagi pulang sore mengais barang bekas di jalanan dan pasar. Dari pekerjaan itu ia bisa mendapat Rp 50 ribu – Rp100 ribu per hari.  “Kalau pas banyak barang bekas yang saya dapat, ya bisa Rp 100 ribu. Carinya di kota saja, pakai becak,” katanya.

Selain ditabung, penghasilannya diberikan kepada Isnaini dan anak-anaknya. Ia bersikap begitu kepada keluarganya, untuk menitipkan jiwa raganya hingga kelak setelah usia lanjut atau tidak kuat bekerja.

Bahkan Hari rela warisan bagiannya dari orang tuanya kelak ditempati kakaknya. “Untuk apa? Ya, biar ditempati kakak dan keponakan. Bair nanti kalau saya tua, mereka yang merawat saya,” ujar Hari. (gus/iwy)

Hari Libur menunjukkan surat keterangan pengganti KTP-EL yang didapat dari Dispenduk Capil Kota Probolinggo. (Agus Purwoko/Koran Pantura)


Bagikan Artikel