Hukum & Kriminal

Pelanggan Sepi, PSK Terpaksa Banting Harga


PROBOLINGGO – Meski tidak memiliki tempat legal di Kabupaten Probolinggo, praktik bisnis prostitusi masih saja ada. Satpol PP dan Polres Probolinggo pun tidak henti memberantas tempat-tempat illegal bisnis prostitusi di wilayahnya. Namun, para PSK nekat beroperasi meski sampai banting harga, karena sepi selama pandemi.

Pandemi Covid-19 memberi dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Tak terkecuali kalangan pekerja seks komersial (PSK). Mereka sampai harus banting harga demi menggaet pelanggan yang sepi. Bahkan tradisi menawar sudah makin lumrah saat ini.

Hal tersebut diungkapkan oleh sebut saja Bunga (38), salah seorang PSK asal Kota Probolinggo. Perempuan ini sempat terjaring razia Penyakit Masyarakat (Pekat) oleh Satpol PP Kabupaten Probolinggo beberapa waktu lalu di salah satu warung remang-remang di wilayah kecamatan Leces.

Bunga menceritakan, pada saat ini, harga yang ditawarkan PSK sangat miris. Jika sebelum pandemi, tarif jasanya bisa mencapai Rp 150 – Rp 200 ribu per sekali kencan. Namun kali ini dia rela dibayar di bawah tarif itu.

Bahkan tak jarang ada pria hidung belang menawar jasanya seenaknya. “Pokok diobral sekarang. Asalkan dapat penghasilan saja sudah senang. Mau bagaimana lagi? Pelanggan lagi sepi,” sebutnya.

Dijelaskannya bahwa tren banting harga itu telah diketahui oleh mucikari atau pemilik warung remang-remang. Namun karena mereka lebih mementingkan bagaimana usahanya tetap berjalan. Akhirnya mereka membiarkan dan bahkan mengamini praktek banting harga itu.

Terlebih semenjak merebaknya Covid-19 yang membuat pelanggan makin sepi.  “Anak-Anak sebenarnya tidak mau, kalau tarifnya murah. Tapi Mami (mucikari)-nya juga maksa agar dikasih turun harga. Kita yang jadi anak buah akhirnya nurut dan pasrah saja,” jelasnya.

Dalam keterbatasan itu, Bunga pun coba mensiasati agar pekerjaannya itu tak sepi pelanggan. Salah satu caranya yakni dengan transaksi langsung dengan para pelanggannya di luar warung remang-remang. Caranya yakni dengan memanfaatkan ponsel untuk transaksi sekaligus janjian untuk tempat kencannya. “Biasanya di hotel sekitaran Probolinggo saja. Itu pun hotel kelas melati,” ujarnya.

Dari sistem janjian di luar itu, kata Bunga memang tidak menjamin dirinya bakal menerima uang lebih banyak. Namun karena hasilnya juga lumayan dan tidak harus dipotong oleh fee dari mucikari, maka dia pun sesekali mengambil praktek tersebut. “Beresiko sebenarnya kalau sampai ketahuan mami, bisa dikeluarkan dari warung. Tapi mau bagaimana lagi, demi membayar cicilan sepeda motor dirumah,” Katanya.

Kabid KUKM Dinas Satpol PP Kabupaten Probolinggo Harianto tak menampik adanya praktek prostitusi yang masih beroperasi di wilayahnya. Namun disebutnya berdasarkan hasil pantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh anggotanya, terdapat penurunan aktifitas di sejumlah tempat prostitusi berkedok warung.

“Penurunan aktifitasnya sekitar tiga puluh persen. Praktek banting harga itu dilakukan memang karena sepinya pelanggan. Demi mencegahnya, kami akan terus intensifkan razia dan pengawasan. Utamanya di tempat-tempat yang kerap dijadikan tempat prostitusi terselubung,” paparnya.  (tm/iwy)


Bagikan Artikel