Marobbhu Kaju Kerreng, Kole’ Ktonon
KRAKSAAN – Penyakit yang didera Jumari ketika tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat, rupanya berbau mistis. Pria asal Desa Brabe, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo itu menderita penyakit aneh setelah merobohkan sebuah kayu kering di sekitar sungai dekat di tempat kerjanya di Pontianak.
Koran Pantura menemui Jumari di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Waluyo Jati Kraksaan, Kamis (21/2). Badannya kurus kering. Kulitnya penuh bekas luka bakar dan di beberapa bagian badannya terlihat bekas luka yang membusuk. Begitu pula di punggungnya. Jumarin tak bisa berbaring sempurna.
Dengan suara pelan dan ucapan terbata-bata, Jumari mulai menceritakan kejadian sebenarnya. Ia menjelaskan, sebelum tertimpa sakit, ia memancing bersama 6 rekan kerjanya di sebuah sungai yang tak jauh dari tempat kerjanya.
“Engkok ghun manceng bi’ tang kancah, oreng ennem. Neng songai jieh, bedeh kajuh kereng rajeh semma’en kenengngan manceng (Saya memancing bersama 6 teman. Di dekat tempat mancing itu, ada kayu besar kering, red),” paparnya.
Ketika teman-temannya asyik memancing, Jumari merobohkan pohon kering itu ke arah temannya. Tujuannya supaya mereka kaget. Jumari mengaku hanya sekadar bercanda. “Agheje’eh kareppah engkok (Saya hanya ingin bercanda, red),” katanya.
Beberapa hari setelah memancing, Jumari mengalami suatu keanehan. Ketika terbangun dari tidur, ia tiba-tiba merasa menginjak sebuah katak berwarna hijau hingga mati. Saat ia mengecek tempat kakinya menginjak katak itu, ia tak menemukan seekor pun katak di sana.
“Engkok tak taoh jiah katak ongghuen apah dhin-dhedhin. Toron deri kasor engkok ngrassa enga’ se nedde’ katak. San la econgngo’ tade’ (Saya nggak tau apa itu benar-benar katak atau katak jadi-jadian. Padahal saat turun dari ranjang, saya merasa menginjak katak. Ketika dilihat tak ada, red),” urainya.
Beberapa hari setelah itu, Jumari kembali merasakan keanehan. Kulitnya mulai mengeluarkan bintik-bintik merah. Semakin hari jumlahnya semakin banyak. Dirinya mulai merasakan panas seolah terbakar. Tubuhnya tak bisa digerakkan, tenggorokannya pun tak bisa menelan makanan.
Jumari lantas menceritakan keadaan dirinya pada temannya. Termasuk pengalamannya merobohkan kayu dan menginjak katak. Ia meminta tolong kepada temannya mencari informasi terkait itu pada warga setempat. Termasuk mencari penangkalnya.
“Ca’en oreng dissah, tana kenengnah manceng roah berrit ben kramat. Engkok esoro entar ke jurkoncenah. Ternyata orengah lah mateh. Ron-toronnah tade’ setaoh carannah (Kata warga Pontianak, tanah itu terkenal angker dan keramat. Saya disuruh datang ke juru kunci tanah itu. Ternyata orangnya sudah meninggal. Keturunannya tidak ada yang tahu caranya, red),” kata Jumari.
Akhirnya, Jumari disuruh memakan kayu yang dirobohkannya waktu itu, berikut tanahnya tempat pijakan kayu tersebut. Namun tak ada hasilnya. Ia juga disuruh memakan katak yang diinjaknya. Tentu saja mustahil karena katak dimaksud tak pernah ia temukan.
“Soro ngakan tana, mareh. Keng tade’ ollenah. Soro ngakan katak, keng katak’en tak etemmoh. Pas engkok esambih mole dennak (Disuruh makan tanah, sudah. Tapi tak ada hasil. Disuruh makan katak, tapi kataknya tidak ketemu. Akhirnya saya dibawa pulang, red),” kata Jumari. (yek/eem)