Program Seragam Batik Pelajar Dievaluasi
KRAKSAAN – Realisasi program seragam batik pelajar di Kabupaten Probolinggo tidak berjalan mulus di tahun pertamanya. Pada tahun ajaran 2019/2020 ini, tidak seluruh siswa baru mengenakan seragam batik yang disepakati bersama.
Ketua Adikarya Perajin Batik, Bordir, dan Asesoris (APBBA) Kabupaten Probolinggo Mahrus Ali mengatakan, program itu berjalan pada lembaga pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo. Sementara lembaga di bawah Kementerian Agama (Kemenag) serta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Cabang Probolinggo tidak maksimal.
“Yang sudah jalan SD dan SMP. Juga SMK di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. MI yang pesan hanya 1, SMA swasta juga 1 yaitu SMA HATI. Sedangkan MTs, MA dan SMAN sampai sekarang masih nol pemesanan. Itu data seluruh Kabupaten,” ungkap Mahrus, Kamis (18/7).
Menurutnya, ada kesalahpahaman tentang harga kain batik yang ditawarkan pada orang tua siswa. Orang tua siswa belum mendapatkan informasi yang jelas. Sehingga lembaga pendidikan juga tidak bisa mengambil keputusan untuk membeli batik kepada 15 perajin batik yang telah ditetapkan sesuai dengan Surat Edaran (SE) Bupati.
“Dalam bayangan mereka harga Rp 75 ribu per meter. Padahal harganya hanya Rp 50 ribu per meter,” ucapnya.
Pada rapat pertama, APBBA menetapkan bahwa ukuran maksimal (jumbo) untuk SD/MI yaitu seharga Rp 75 ribu untuk ukuran 1,5 meter x 1,15 meter. “Sedangkan mayoritas siswa SD MI ukuran 1 meter x 1,15 meter. Jadi, dengan Rp 50 ribu sebenarnya sudah bisa dapat,” ungkapnya.
Sampai sejauh ini, pihaknya masih membuka komunikasi dengan lembaga pendidikan. Khususnya jika masih berniat membeli kain batik pelajar. “Kemarin sudah ada yang tanya-tanya dari Paiton,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Dispendik Kabupaten Probolinggo Dewi Korina mengakui bahwa realisasi program seragam batik pelajar memang tidak berjalan optimal. “Tetapi dengan realisasi di tahun pertama ini, maka kita patut bangga. Karena banyak juga sekolah yang berperan aktif menyukseskan program ini,” tutur Dewi.
Mengenai banyaknya lembaga pendidikan yang tidak membeli kain batik untuk seragam siswa baru, dinilai Dewi karena beberapa lembaga pendidikan sudah terlanjur membeli kain batik dari pihak lain sebelum turunnya SE Bupati tersebut.
“Apalagi SE Bupati ini kan sifatnya imbauan. Jadi, tidak bisa menekan ke orang tua siswa agar wajib membeli. Tapi ada juga sekolah di Kecamatan Gading yang sangat antusias. Bahkan sekolahnya itu membeli seragam untuk kelas 1 sampai kelas 6,” ungkap Dewi.
Kendati demikan, Dewi mengaku akan menjalin komunikasi dengan beberapa pihak terkait. Terutama dengan Kemenag dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Cabang Probolinggo. “Ini akan menjadi bahan evaluasi dan diharapkan bisa diperbaiki pada tahun ajaran baru 2020/2021 mendatang,” tegas Dewi Korina. (awi/eem)