Tak Sejalan dengan KONI, Kompetisi Futsal Bubar
KEDOPOK – Kompetisi futsal yang digelar ART Republic di GOR Mastrip, Kota Probolinggo, Kamis (18/11), tak jadi digelar. Kompetisi tersebut tidak dibubarkan oleh Satgas Covid-19 setempat. Pasalnya, Satgas sudah mengizinkan kompetisi. Namun, kompetisi dibubarkan sendiri oleh pihak penyelenggara karena merasa tidak lagi sejalan dengan kebijakan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Probolinggo.
Johan Christiana dari ART Republic mengaku kecewa kepada KONI yang mewajibkan seluruh pihak dalam kompetisi harus menjalani swab antigen. Pihaknya selaku penyelenggara menolak Swab Antigen yang disyaratkan KONI agar ART Republic bisa menggelar kompetisi.
Johan mengungkapkan, pihaknya sendiri yang membubarkan diri alias tidak melanjutkan even yang digelarnya. Alasannya, Ia tersinggung dan merasa dipermainkan oleh KONI. Sehingga pihaknya merasa tidak nyaman jika kompetisi dilanjutkan.
“Awalnya, Ketua KONI minta dibubarkan. Namun kemudian dianulir. Tapi Pak Dodik (Ketua KONI Kota Probolinggo Rahardian Januardi, red) bilang boleh lanjut even ini asal seluruh peserta ajang diswab antigen. Kami keberatan karena awalnya tidak ada syarat dari KONI harus swab. Tapi kok tiba-tiba ada syarat swab,” terangnya.
Meski masih diberi ruang untuk tetap menggelar ajang di GOR Mastrip, namun Johan menolak melanjutkan kompetisi. Alasannya, pihaknya tidak punya biaya untuk melakukan Swab antigen. Apalagi KONI awalnya menyebut biaya swab Rp 100 ribu per orang. Namun dalam hitungan menit turun menjadi Rp 95 ribu.
Johan mengatakan, pihaknya tidak memiliki biaya swab antigen yang mencapai belasan juta rupiah untuk seluruh atlet futsal yang bertanding.
“Kalau setiap klub jumlahnya 10 pemain plus cadangan, kan total jumlahnya 150 orang. Ada 15 club yang ikut turnamen. Kalau dikalkulasi Rp 15 juta. Ini belum yang lain, seperti pelatih dan wasit,” terang Johan.
Perihal perizinan, pria yang tinggal di Kabupaten Jember ini mengaku sudah mengantongi izin dari Satgas Covid 19. Namun Polres Probolinggo Kota enggan memberi izin tertulis. Hanya saja, berdasar klaim Johan, pihak Polres mempersilahkan kompetisi digelar. Asalkan, penyelenggara menjaga keamanan dan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat serta menghindari kerumunan.
Terkait vaksinasi, Johan menyatakan, seluruh orang yang terlibat dalam ajang pencarian bibit dan peningkatan prestasi tersebut sudah divaksin. Soal kerumunan, ia mengungkapkan bahwa kompetisi tersebut tidak ada penontonnya. Yang ada di arena GOR hanya pemain, pemain cadangan, ofisial, wasit, dan panitia. “Ketika pertandingan, di dalam GOR tidak sampai 30 orang. Itu termasuk pemain yang bertanding,” katanya.
Johan mengungkapkan, sebelum kompetisi digelar, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Babinsa setempat dan Kapolresta serta jajarannya. Termasuk KONI, dalam hal ini dengan Sekretaris KONI Kukuh Suryadi. “Saya sudah ngomong sama pak Dodi. Kenapa saya enggak koordinasi dengan beliau. Karena saya tidak punya nomor HP-nya,” kata Johan.
Karena kompetisi dibubarkan, Johan mengganti biaya pendaftaran Rp 400 ribu per klub. Sedang uang sewa gedung ke Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, sudah dikembalikan. Menurutnya, uang sewa GOR selama 2 hari pelaksanaan event sebesar Rp 3 juta.
“Untuk persoalan administrasi dan keuangan sudah tidak ada masalah. Uang sewa GOR sudah dikembalikan. Uang pendaftaran sudah kami kembalikan,” tandasnya.
Ia berterus terang, baru kali ini gelaran evennya dipermasalahkan. Bahkan, saat PPKM level 4, pihaknya pernah menggelar even yang sama di sebuah kota dan tidak ada masalah. Bahkan, ketua KONI setempat yang bertanggungjawab apabila saat pelaksanaan ada persoalan. “Kalau di sini lain. Padahal Covid-nya sudah level 2,” sergahnya.
Sementara itu, saat didatangi ke kantor Koni, Ketua KONI Kota Probolinggo Rahardian Januardi tidak ada di tempat. Menurut salah satu Bendahara KONI yang bernama Heri, Ketua KONI sedang keluar kantor. Hingga berita ini diturunkan, Ketua KONI belum memberikan keterangan terkait even tersebut. (rul/eem)