Limbahnya pun Dipersoalkan
PROBOLINGGO – Pokmaswas Mina Bubu di Mayangan, Kota Probolinggo tidak hanya mempersoalkan pabri bata ringan PT Amak Firdaus Utama (AFU) dari aspek area pabriknya yang masuk kawasan lindung. Mina Bubu juga mempermasalahkan limbah pabrik PT AFU yang dibuang ke sungai atau kali.
Hanya, masalah limbah PT AFU ini belum dilaporkan Pokmaswas Mina Bubu ke DPRD maupun dinas terkait. Meski begitu, Mastuki selaku ketua Pokmaswas Mina Bubu tetap meminta agar limbah serbuk berwarna putih tersebut tidak dibuang sembarangan. Ia berharap pemkot setempat turun tangan.
Mastuki kebetulan tinggal di belakang pabrik PT AFU yang memproduksi asbes dan bata ringan. Menurut Mastuki, limbah yang dimaksud tidak mematikan ikan di sungai dan tambak. Terbukti, tidak ada pemilik tambak yang resah dan komplain. Namun kata Mastuki, limbah itu bisa saja berbahaya bagi yang lain.
Untuk mengetahui, ia meminta pemkot segera turun ke lokasi dan mengambil sample airnya untuk diteliti atau di laboratorium. “Ya diuji lab dulu. Untuk mengetahui bahaya atau tidak bagi lingkungan. Memang ikan di sini tidak mati, tapi kita tidak tahu apa bahaya bagi yang lain,” tandasnya.
Aktivis lingkungan ini menambahkan, PT AFU menggelontor atau membuang limbahnya ketika malam, dengan didorong mesin. Sedangkan kalau siang, aliran limbahnya kecil alias tidak deras. Ditambahkan, limbah yang dibuang berupa serbuk seperti tepung dan mengendap ke dasar sungai. “Kalau malam limbahnya dibuang pakai mesin. Serbuknya mengendap,” pungkas Mastuki.
Sementara, seorang warga sekitar mengaku tidak tahu menahu dengan limbah dari PT AFU. Sebab, selama ini, ikan di tambak miliknya tidak pernah mabuk, apalagi mati. “Kata siapa bahaya? Udang di tambak saya tidak mati. Dari dulu udang di tambak saya tidak ada yang mati,” kata warga setempat yang merupakan seorang pemilik tambak.
Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo Budi Krisyanto mengaku belum tahu limbah PT AFU dibuang ke sungai. Karenanya, ia akan menerjunkan timnya ke lokasi untuk melihat sekaligus mengambil sample air dan tanah di lokasi pembuangan. “Kami belum tahu. Oke, besok kami ke sana,” ujar Budi kemarin.
Sample air itu akan diuji di laboratorium (lab). Jika lab milik DLH tidak mampu mendeteksi, sample itu akan dikirim ke lab di Surabaya atau Malang. “Lab kami punya keterbatasan. Jadi, harus diuji ke lab lain, ya kami kirim ke Surabaya atau Malang,” pungkas Budi. (gus/iwy)